Esai pengantar untuk buku Galeri Seni Rupa Pop: Arsip Galeri Pop Art/Galeri Aktuil/Puisi-Puisi Awam Majalah Aktuil (1975–1977) Continue reading
Heart-Shaped Books
Beberapa waktu lalu saya diminta datang ke sebuah sekolah di Bandung untuk menyemangati murid-murid kelas 8 membereskan tugas besar mereka, Continue reading
Air Memotret Sampai Jauh
Satu hal yang kerap saya sesali tiap kali bangun tidur adalah kenapa saya dulu ragu-ragu minta foto bareng pelawak Komeng, Continue reading
Ticket to Ride
Bioskop di sebuah mall di Solo sekitar 1995-1998 saya amati membedakan warna-warna teks di karcisnya: font merah untuk tiket masuk studio 1, biru untuk studio 2, Continue reading
Serupa Sampul Tak Sama
Menarik juga bagaimana buku kumpulan cerpen yang cerita pembukanya tentang seseorang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri (“A Perfect Day for Bananafish”) sampulnya malah ditiru Continue reading
“Dus, Ji Ro Jen!”
Di kampung halaman saya dulu pernah ada setidaknya dua tipe gambar umbul ditilik dari desain di sisi sebaliknya: 1) gambar umbul berpunggung lirik lagu, dan 2) Continue reading
Selamat Jalan, Lupus
Buku Lupus pertama saya Topi-Topi Centil. Kakak saya membelinya di Jogja sekitar 1990, saya membacanya Continue reading
The Cabs, etc.
Lagu kedua di side B piringan hitam Eloi! Lama Sabactani! (1980) pada akhir durasinya memuat potongan suara-suara mirip kerumunan, Continue reading
Sekali Lagi Mas Dolby
Membaca buku memoir Thomas Dolby, The Speed of Sound, membuat saya makin yakin: para scenester memang sudah semestinya menulis Continue reading
Hujan Tambu
Seorang kawan mengunggah ke akun medsosnya, satu foto dari halaman buku Trocoh yang sedang dia baca, sambil saya dijawil di captionnya. Kawan saya ini cukup serius mendalami lagu-lagu pop Indonesia dari era ’70-’80an, Continue reading