Album eksperimental bersahaja (haha) ini, Roll Out The Barrel, keluar ketika saya masih kelas 2 SD. Waktu itu saya lagi senang-senangnya mendengarkan kaset Bayu Bersaudara, populer banget ketika itu, memutarnya keras-keras dan berulang-ulang, hits terbesar mereka (dan mungkin satu-satunya) “Kring Kring Goes Goes“—yang setelah dipikir-pikir lagi memang trippy as fahk dan bikin koleganya sesama lagu bertema sepeda, “Bike” dari album The Piper at the Gates of Dawn terdengar seperti lagu Disney. Jad Fair, ruh sejati dari art punk Half Japanese adalah salah satu pahlawan terbesar saya di masa remaja, menemani hari-hari bolos sekolah, luntang-lantung di pasar loak sambil resah sendiri seperti tanpa sebab; dan belakangan saya baru ngeh ada satu jenius lain di planet ini bernama Kramer. Frontman Bongwater dan pendiri Shimmy Disc ini karyanya baru bisa benar-benar saya hayati bertahun-tahun kemudian lewat seorang teman yang kakak perempuannya menetap di Australia, dan saya nitip dibelikan salah satu album Bongwater sebelum dia pulang ke Indonesia. CD itu sampai sekarang masih ada. Kepingan disc-nya mulai baret-baret karena keseringan saya putar, dan di kertas kuitansi pembeliannya, masih saya simpan, huruf-hurufnya sudah luntur sekarang. Kramer pernah kerja bareng semua musisi paling cool di muka Bumi, mulai dari Tuli Kupferberg si penyair Beat dedengkot The Fugs, Daevid Allen pendiri Soft Machine/Gong, Moe Tucker dari The Velvet Underground, sampai gerombolan siberat Butthole Surfers. Kramer juga memproduseri Galaxie 500, sekaligus merangkap sebagai anggota bayangan trio itu dan menulis liner notes bergaya samar-samar untuk rilisan mereka yang juga samar-samar. Keren banget. Tapi dari segala gebyar proyek itu, paling favorit saya tetaplah kolaborasi Kramer bareng Jad Fair ini. Semua track direkam mentah-mentah begitu saja, langsung bungkus di take pertama atau kedua, bahkan kebanyakan tanpa latihan terlebih dahulu! Selain membawakan lagu main-main bikinan sendiri, mereka juga mengacak-acak beberapa nomor populer sampai nyaris tak terbaca lagi signature aslinya. Lagu The Beatles, misalnya, malah disulap jadi culun. Sementara “Subterranean Homesick Blues”, sengaja dibikin hitam pekat seolah Bob Dylan sudah rontok digerus depresi. Satu lagu Daniel Johnston mereka cover sepenuh hati bareng Thurston Moore dan Kim Gordon. Mereka memilih beberapa musisi pengiring yang sepertinya memang sudah lama satu frekuensi. Yang juga gokil, ada satu nama yang tidak pernah saya sangka bakal muncul di di album ini: John Zorn. Di credit title, namanya ditulis sebagai “saxophone all over side two“. Tiupannya, seperti biasa, melilit-lilit keriting mirip bebek sembelit minta dimanja. Melihat tiga raksasa dalam satu rilisan rasanya seperti paket combo super dengan diskon gede-gedean, atau dengan kata lain: too good to be true. Menemukan vinyl ini hiburan manis tak terduga di penghujung 2016 kemarin, tahun yang betul-betul suram di segala lini. Kalau kamu bershio Monyet dengan zodiak Gemini, dan album kesukaanmu yang bergambar monyet kembar di latar merah tiba-tiba menyapamu kembali di penghujung tahun Monyet Api, mungkinkah itu pertanda sesuatu? Apapun itu, please ketik Amin dan klik Share. Setidaknya supaya video di bawah ini ada yang nonton. Sudah dua tahun diunggah (bukan oleh saya) di YouTube, yang nonton baru puluhan pemirsa doang.
===
