Ada satu buklet tua dari era pra-kemerdekaan di arsip pribadi saya, judulnya “Columbia Origineele Opname In de Dhâlem van de Astana Mangkoenegaran Soerakarta”. Meski bertajuk bahasa Belanda, kebanyakan teks di dalamnya berbahasa Melayu dengan ejaan Van Ophuijsen. Tahun terbit persisnya tidak tercantum di dokumen tipis 12 halaman tersebut, tapi di kata pengantarnya ada ucapan terima kasih untuk raja setempat (“Menghoendjoeken terima kasih diperbanjak-banjak kahadepan Kandjeng Goesti Pangeran Ario Adipati Mangkoenegoro VII“) karena telah memperbolehkan sebuah firma yang berkantor di Soerabaia dan Batavia sebagai alleen importeur dari Columbia Gramophone Co. Ltd. London untuk merekam tembang-tembang dan gending Jawa dari dalam keraton dan merilisnya dalam bentuk plat gramofon 78 rpm. KGPAA Mangkoenegoro VII ini berkuasa pada rentang waktu 1916-1944, dan setelah saya periksa kembali data-data di disertasi Philip Yampolsky, Music and Media in the Dutch East Indies, perekaman di keraton Mangkunegaran itu kemungkinan dilakukan pada rentang 1934-1937. Jadi buklet tersebut diperkirakan terbit sekitar tahun-tahun itu, kurang dari sewindu setelah peristiwa Sumpah Pemuda. Isinya semacam katalog produk berisi info-info rilisan plat gramofon hasil dari “kesempetan bikin opname di dhâlem astana Mangkoenegaran dengen dapet menggoenaken gamelan poesaka, wijogo-wijogo, abdhi dhâlem sampai fabriek Columbia London bisa mengkloewarken ini plaat-plaat gramofoon jang sempoerna betoel dan berharga“, dilengkapi dengan beberapa foto (hitam putih tentunya) dan gambar ilustrasi yang menarik. Beberapa rekaman di keraton itu dirilis dalam bentuk plat gramofon standar ukuran 10 inchi (misalnya: serie platen Langendrian, lagoe-lagoe dolanan, juga plaat-plaat leloetjon “Bantjak Dojok” yang berisi dagelan dan sindiran), sementara beberapa edisi khusus yang dimainkan dengan Gamelan Poesaka Kjahi Kanjoet Mèsêm dirilis spesial di ukuran lebih besar, sekitar 12 inchi, dan dibandrol dengan harga lebih mahal (yang di katalog ini disebut dengan bangga, tercetak dalam font tebal disertai detil ukurannya: “Piring Besar 30 c.M.”). “Langendrian” dari Djaikem dan Samijem, yang diunggah oleh seseorang di YouTube ini (siapapun Anda, wahai Gamelan78s, terima kasih banyak, koleksi Anda luar biasa!) adalah salah satu contoh hasil plaat opname di Kraton Mangkoenegaran tersebut, termasuk dalam format plat gramofon standar yaitu 10″. Menurut katalog tadi, plat ini dibandrol di harga 2.20 gulden. Dari yang saya baca di disertasi Yampolsky, pesinden Djaikem dibayar 1000 gulden untuk kontrak satu tahun.
Post Scriptum: Menariknya, di sampul belakang buklet itu ada iklan yang menawarkan produk alat pemutar gramofon (dulu biasa disebut “mesin bicara”), tentunya masih tipe manual yang di-engkol, yakni The Viva-tonal Columbia Electrograaf Model 500. Harganya 350 gulden. Perhatikan foto yang saya jepret di bawah ini, teks copywriting-nya sungguh percaya diri dan menghibur hati. Sikat, ndes..
Simak Klab Yu Tub lainnya di tautan ini.