Akhirnya nemu juga foto Bandempo! Ini pelawak Srimulat era 1970an yang dijadikan nama band di scene Institut Kesenian Jakarta (IKJ) 2000an. Setelah lama mencari-cari ke sana-sini akhirnya saya mendapati fotonya di sudut kanan bawah salah satu halaman di majalah Tempo edisi 1974. Sebetulnya di kaset-kaset lama Srimulat sering ada foto show mereka di atas panggung, salah satu pemainnya ya Bandempo itu, sayang tidak ada keterangan pasti mana yang Bandempo di foto formasi pemain itu. Pernah juga ada foto Bandempo sendirian di buku Teguh Srimulat: Berpacu dalam Komedi dan Melodi (penulisnya Herry Gendut Janarto, terbit 1990), tapi itu foto jenazah, ketika Bandempo wafat dan diliput oleh majalah Jakarta-Jakarta. Cover story Tempo 1974 tadi itu berjudul “Warisan Srimulat”. Gambar sampulnya: Eddy Geyol alias Sakimin, berkumis palsu dan pakai blangkon, berpose nyengir. “Menjadi pelawak itu senang,” ujar Geyol di situ. “Malah kalau tidak main, kecewa.” Lanjutnya lagi, “Saya tidak memikirkan masa depan.” Tulisan itu menyoroti upaya-upaya Teguh si serbabisa (dia pemimpin group, merangkap penulis cerita dan peniup saksofon) sejak tahun 1950 agar dapur Srimulat tetap ngebul, termasuk dengan merombak sistem “primadona” yang menurutnya berbahaya bagi ekosistem pertunjukan karena hanya bergantung ke satu bintang saja. Juga eksperimen dari sisi naskah dan kreativitas aksi panggung. Untuk soal yang terakhir itu, kata Teguh malah begini, “Sebelum Ucok AKA menyanyi pakai peti mati, tahun 1964-1965 saya sudah bikin begitu, sampai ada penonton hampir pingsan lalu protes.” Sayangnya pelawak Bandempo malah tidak dibahas di artikel itu, bahkan hanya disebut satu kali (plus sekali lagi di caption foto, dan dua-duanya dieja salah jadi Badempo). Seperti banyak pelawak lainnya memakai nama satwa sebagai monikernya (Ranto Edi Gudel misalnya, bapaknya Mamiek Prakoso dan Didi Kempot, gudel adalah anak kerbau; hingga Tukul Arwana yang pernah mencoba ‘ngenger’ di Srimulat di akhir dekade ’90an dan gagal diterima sebagai anggota), saya menduga nama pelawak Bandempo pun diambil dari nama binatang ‘bandempo’, yakni sejenis capung besar di pelosok Jawa. Di album satu-satunya band Bandempo dari IKJ tadi itu, lagu “Nonton Srimulat” memasukkan suara tepuk tangan penonton dan nada-nada intro khas dari show Aneka Ria Srimulat, yang sebetulnya itu pun comotan dari lagu “Whisky and Soda“-nya Roberto Delgado di tahun 1970! Ini mirip seperti bikin lagu tribute untuk Nirvana pakai intro “The Man Who Sold The World”! Tapi di semesta Srimulat apa sih yang nggak mungkin? Semuanya bukan hil yang mustahal. Lha wong ketika kaset/CD langka album Bandempo tadi itu dirilis ulang jadi piringan hitam di tahun 2016, gambar sampulnya malah pakai foto Tessy!
“Tapi di semesta Srimulat apa sih yang nggak mungkin? Semuanya bukan hil yang mustahal. Lha wong ketika kaset/CD langka album Bandempo tadi itu dirilis ulang menjadi piringan hitam vinyl di tahun 2016, gambar sampulnya malah pakai foto Tessy!” ya salaaamm ngakak beratttt!! :))))