Saya masih duduk di bangku SMP di pelosok Jateng pada sekitar paruh pertama dekade ’90an ketika kakak saya mulai kuliah di Bandung. Badan kakak saya lagi bongsor-bongsornya waktu itu dan dia bahkan ikut olahraga rugby di kampusnya, sementara saya masih kurus ceking padahal rasa-rasanya saya sudah sangat gemar melahap makanan apa saja. Pernah suatu kali ketika kakak saya pulang kampung di sebuah liburan semester, saya memamerkan kepadanya salah satu skill saya yang nggak penting-penting-amat, yang sudah saya latih diam-diam sejak beberapa minggu sebelumnya: yakni melompat terbang ke arah ranjang sembari agak berguling semi salto di udara, dan—ini yang paling saya banggakan—saya selalu bisa mendarat di kasur tanpa menimbulkan suara gedebuk yang berisik. Kakak saya cukup heran dengan kemampuan saya itu, dan tiap kali ia mencoba hal yang sama, hasilnya selalu berakhir dengan bunyi kasur berdebam keras tertimpa badannya, disertai tanda-tanda mengkhawatirkan bahwa ranjang mengenaskan itu bakal ambruk. “Awakmu kok isa dadi entheng ngono ya Bud?” Saya hanya ketawa-tawa bangga tanpa mau membeberkan rahasia. Dari kecil saya memang suka keluyuran ke lapak-lapak barang loak, dan di lesehan buku bekas di depan pelataran bioskop tua tak jauh dari rel sepur saya sering jongkok berlama-lama, ikut baca-baca, dan perkara bikin badan enteng saat melompat saya pelajari dari situ, dari sebuah buku yang sampulnya berwarna kuning cerah, tipis dan menakjubkan. Hampir dua puluh tahun kemudian, tepatnya 2012, record label asal Amerika bernama Sham Palace merilis vinyl berisi kompilasi lagu-lagu nostalgia yang pernah didengarkan oleh si pendiri label rekaman itu selama ia berada di Indonesia. Saya langsung ngakak melihat sampulnya, lha itu kan dari buku jaman saya kecil itu! Modus semacam ini tentu bukan satu-satunya. Neutral Milk Hotel, misalnya, mengambil kartupos tua dari era 1900an sebagai sampul ikonik album dahsyat In The Aeroplane Over The Sea (1998), atau kompilasi sangar Those Shocking Shaking Days (2011) meminjam artwork album Paramour dengan sedikit modifikasi (si patung seksi dihilangkan, digantikan efek gaung psikadelia—dan lucunya lagu Paramour malah tidak masuk ke kompilasi itu!); tapi urusan comot mencomot ilustrasi orang untuk diolah sebagai sampul vinyl, bagi saya pribadi Indonesia Pop Nostalgia ini tetap juaranya. Terima kasih sebanyak-banyaknya musti saya haturkan kepada kawan baik saya, Bung Ibnu dari Toko Buku Kafka di Malang, yang telah membantu saya menemukan kembali satu lagi dari kumpulan buku masa kanak yang penuh nostalgia tak ternilai itu. Kami sering berbagi cerita soal perbukuan, dan beberapa kali saya membeli judul-judul langka dari lapak pria Jatim yang dulu pernah menuntut ilmu di sebuah kampus di ibukota Jateng itu. Beberapa tahun lalu, saya pernah bilang kasual ke dia salah satu judul yang menjadi top wish list saya: bahwa saya ngebet banget pengen punya lagi buku Rahasia Ilmu Meringankan Tubuh, sebuah buku obscure yang cuma setebal 100-an halaman dari sebuah penerbit kecil di Solo pada tahun 1983; yang selama bertahun-tahun terakhir ini saya cari-cari lagi tapi tak kunjung mendapatkannya. Karena itu saya titip pesan, kalau-kalau dia melihat buku itu mohon saya dikabari. (Istilah “pengen punya lagi” mungkin kurang tepat. Belakangan saya coba mengingat-ingat kembali, jangan-jangan ketika masih bocah dulu saya memang tidak pernah membeli buku itu, melainkan hanya nebeng-baca-saja berjam-jam tepat di depan hidung penjualnya, dan anehnya itu dibiarkan saja. Mungkin si penjual jatuh iba bercampur haru melihat antusiasme seorang anak ingusan yang terus-terusan datang dan datang lagi, nyaris tiap hari, hanya demi menyelesaikan satu buku berjudul konyol, dan tentu saja saya tidak berani meminta uang ke orangtua untuk itu.) Singkat cerita, kemarin lusa nggak ada hujan nggak ada angin tiba-tiba Ibnu mengontak saya. Ia merasa melihat buku itu di sebuah lapak online, milik seorang penjual buku bekas yang berlokasi di.. Bandung! Astaga, ternyata selama ini barangnya tidak jauh-jauh dari saya. Mungkin memang ada beberapa hal di hidup ini yang serupa jalan memutar: bahwa butuh seorang arek Malang terlebih dahulu rupanya, yang pernah kuliah di Semarang, untuk bisa melacak sebuah buku terbitan Solo, dan menemukannya kembali di Bandung. Suwun, Sam! Buru-buru saya kontak penjualnya, yang tidak pernah saya kenal sebelumnya, dan tanpa ba-bi-bu saya bereskan transaksinya hari itu juga. Sekarang buku tersebut sudah ada di tangan saya, dan tak ada yang melebihi kegirangan seorang bocah paruh baya di usia hampir kepala empat ini, dengan berat badan sudah naik tiga kali lipat, untuk mencoba kembali ilmu olah kanuragan yang dia (rasa pernah) kuasai bertahun-tahun silam. Semoga kali ini ranjang saya kuat.
___
>>> Upaya merapal kembali jurus-jurus maut itu kian menantang saat ditemani Dina Mariana lewat nomor funk-rock penuh hook-hook racun berjudul “Mari Bergoyang”…
ya salaaam ini kok lucu banget sih.. bisa banget saya ngerasain bahagianya hehe..
____
yah begitulah beby, namanya juga anak kecil ya, huehehe… (BW)