Di saat yang hampir berbarengan dengan seorang kawan baik menuliskan pengamatannya yang jeli tentang tren saksofon di kancah musik populer 2011, saya membuka-buka koleksi majalah tua saya yang menumpuk di gudang dan menemukan sesuatu. Majalah Intisari no. 52, Nopember [sic] 1967 memuat artikel lima halaman tentang sejarah penemuan saksofon. Ceritanya seru dan mengundang rasa haru. Penuh semangat saya mengetiknya ulang—secara manual, bukan memindainya dengan perangkat lunak tertentu—untuk di-post di sini. Saya sengaja mempertahankan ejaan lamanya. Eh, maksud saya: Saja sengadja mempertahankan edjaan lamanja. Selamat membatja.
ORANG SIAL JANG MENEMUKAN SAXOFON
— DJUARA DALAM MENDAPAT KETJELAKAAN
— TUSUKAN PENITI JG MENENTUKAN
— KLARINET KAJU DAN EMAS BEDAKAH SUARANJA?
Seorang kritikus musik bangsa Perantjis sedang ngobrol dengan kawan2nja tentang Adolphe Sax, penemu Saxofon. Mereka menjebutkan kemalangan2 jang menimpa orang itu sedjak ketjil sampai usia 30 tahun. Tetapi kritikus itu pada achirnja memberi komentar: “Kalian lupa akan ketjelakaannja jang terbesar !” Semua kawan2 memandangnja dengan mata bertanja. “Jaitu bahwa ia pernah menemukan alat musik itu”. Memang sampai achir hidupnja Sax banjak menderita karena penemuannja itu.
Ramalan jang suram
Satu tahun sebelum pertempuran Waterloo (1815) lahirlah Adolph Sax dikota Dinant, jang terletak dipinggir sungai Maas di Belgi… Ajahnja seorang tukang membuat alat2 musik membuka bengkel di Brussel. Alat2 musiknja tjukup terkenal disana. Dari ajahnja itulah Adolphe mendapat keahlian membuat instrumen dan djuga pengetahuan jang mendalam tentang musik.
Ibunja kerapkali berkata : “Adolphe tidak akan hidup lama”. Utjapan itu bisa dimengerti kalau orang mengingat betapa hidup Adolphe penuh dengan kemalangan. Ketika hampir berumur 2 tahun, Adolphe menggelinding djatuh dari tingkat tiga lewat tangga dan kepalanja membentur batu. Tidak lama kemudian ia sudah tjukup kuat untuk menelan sebuah peniti, dan duduk diatas tungku sehingga lambungnja terbakar setjara mengerikan.
Pengalaman jang pahit ini tidak mampu mengekang anak jang bandel itu untuk selalu mentjoba2. Ketika ia berumur 3 tahun Adolphe minum asam belerang timah sari jang dikiranja susu. Hanja dengan disuapi banjak minjak, ususnja berhasil dibasuh dari ratjun jang berbahaja itu. Tetapi setelah sembuh ketjelakaan lain menerkamnja lagi. Ia main2 dengan mesiu bedil dan terluka karena terbakar. Kemudian ia berulang2 kena ratjun, seperti ratjun timah, kuningan dan warangan.
Suatu hari orang mengeringkan medja-kursi jang baru sadja dipernis dalam kamar Adolphe. Ketika ia tidur barang2 itu lupa dikeluarkan, sehingga paginja anak jang malang itu kedapatan lemas dirandjangnja kehabisan napas. Segalanja itu seolah-olah belum tjukup menjiksa hidup jang masih muda itu. Suatu hari sebuah batu djatuh dari atap tepat pada kepalanja, sehingga seumur hidupnja Adolphe menderita tjatjat karenanja, meski pikirannja jang gesit tak sedikitpun terpengaruh. Kemudian ketika bermain dengan teman2 ia djatuh kesungai dan tentu tertelan pusaran pintu air seandainja pada saat terachir tidak ada tangan penolong menjambarnja.
Itulah latar belakang dari ramalan ibunja jang suram itu. Seakan2 kemalangan itu belum tjukup pada umur 40 tahun ia diserang kanker pada bibirnja, namun Adolphe berhasil mentjapai usia 80 tahun. Dan setelah dewasa hidupnja tidak terantjam oleh keratjunan timah, ataupun warangan lagi, tetapi ada ratjun2 lain jang selalu mengganggunja: fitnah2 serta tuduhan.
Kemenangan klarinet jang bolong
Saxofon bukanlah instrumen tunggal. Keluarga saxofon terdiri dari : saxofon sopran, alt, tenor, bariton dan bas. Semua memakai nama Saxofon. Pembuatan serta sifat2njapun tidak djauh berbeda. Tetapi tjoba bandingkan saxofon sopran dengan saxofon bas. Seperti baji dengan orang dewasa. Begitu djuga perbandingan suaranja.
Bagaimana asal mula Sax mentjiptakan alat2 itu ? Suatu hari sedang memainkan klarinetnja ia memutuskan hendak memperbaikinja. Ia selalu tidak puas dengan suaranja. Ia mentjoba2. Bas-klarinetnja di bolongi sebesar tusukan peniti. Lalu ditiupnja lagi. Sax jang muda itu melondjak kegirangan. Eksperimennja berhasil.
Dengan semangat Adolphe menundjukkan penemuannja itu pada dirigen orkes Philharmonis di Brussel. Ia diterima baik dan ditawari supaja memainkan alatnja jang baru itu dalam orkes tersebut. Tetapi seorang pemain klarinet pertama bentji melihat Sax jang begitu muda dan begitu pertjaja pada kemampuannja sendiri. Ia mengantjam akan keluar bila orkes jang sampai waktu itu begitu baik namanja direndahkan oleh masuknja seorang murid jang konjol.
Sax tidak putus asa. Ia menantang pemain itu untuk bertanding setjara terbuka. Pemain musik jang kenamaan itu dengan klarinetnja jang biasa, sedang ia akan memakai klarinetnja jang bolong. “Akan saja lumatkan dia seperti seekor lalat” begitu kata pemain klarinet itu dengan sombongnja. Tetapi 4000 orang penonton jang menghadiri pertandingan itu mengakui bahwa ia dikalahkan setjara mentjolok oleh pendatang baru jang pembrani itu. Pendidikan Sax disini membuktikan kegunaannja ! Tidak sia2 ia telah beladjar meniup alat2 musik.
Long March 300 km.
Mana jang lebih indah suaranja : klarinet emas atau klarinet kaju ? Tentu banjak diantara anda jang mengira bahwa klarinet emaslah jang lebih unggul. Tetapi tidak demikian pendapat Adolphe Sax jang menjelesaikan penemuannja pada 27 tahun.
“Pada alat musik-tiup tinggi rendahnja nada ditentukan oleh pandjangnja kolom udara jang bergetar dalam bedjana instrumen itu. Bahan darimana bedjana itu dibuat samasekali tidak mempengaruhi nada suara”. Begitulah asas pertama jang mendasari penemuan Sax. Suatu asas jang memantjing ketidakpertjajaan banjak lawan2nja.
Untuk membuktikan thesisnja itu ia membangun sebuah klarinet kuningan. Suaranja samasekali tidak berbeda dari klarinet kaju jang biasa digunakan waktu itu. Djadi bahan dari bedjana itu tidak mendjadi soal, asal ukuran2nja samasekali sama, demikian djuga permukaannja haruslah sama halusnja. Selain itu dengan pertjobaan ini ia djuga membuktikan bahwa peranan bahan pada alat tiup tidak sama pada instrumen gesek. Pada biola misalnja, rongga badannja merupakan basis suara jang memperbesar getaran tali2nja, maka dasar suara itu mempengaruhi rona nadanja.
Pertimbangan2 ini membawa Sax kepada asas jang kedua. “Supaja kolom udara dalam bedjana itu bergetar dengan bebas, maka pada instrumen tiup bedjana itu semakin mendekati udjung haruslah semakin besar. Demikian djuga mengenai lubang2 nadanja.
Kalau seruling dan klarinet dimana2 pada tubuhnja sama besar, maka pada penampang bedjana saxofon alat jang pada bagian mulut hanja sebesar 2 milimeter pada tjorong makin membesar sampai 10 kali lipat. Ini memberikan bentuk jang chas: tubuh jang rundjung makin ke udjung makin menggembung. Tetapi djuga menjebabkan saxofon memiliki “suara manusia” dan luwes untuk dimainkan.
Sax berumur 28 tahun ketika ia mengemasi instrumennja, mengantongi uang sebanjak 7 dollar dan berangkat ke Paris. Djalan kaki 300 km untuk menjiarkan penemuannja kepada dunia.
Orkes jang diboikot.
Pertemuannja dengan komponis Berlioz sangat menggembirakan hati Sax. Ia mendapat kesempatan mempertundjukkan penemuannja. Berlioz terharu dan menulis artikel pandjang tentang Sax dan instrumennja. Tetapi hal ini hanja membangkitkan iri hati dari saingan2nja jang menggunakan segala tjara untuk menggagalkan Sax. Misalnja sadja ketika komponis Donizetti, pentjipta “Lucia di Lamermoor” mau menggunakan bermatjam2 instrumen jang telah diperbaiki Sax untuk gala premiere suatu opera baru di Paris. Lawan2 Sax mendekati pemain2 musik opera tersebut dengan sogokan supaja mereka memprotes rentjana Donizetti. Dan mereka berhasil.
Sementara menelan kegetiran dari kegagalannja, Sax terus berusaha. Dalam tahun 1845 ia mengadjukan usul kepada pemerintahan Perantjis untuk mengorganisir orkes militer dengan saxofon. Usulnja diterima, tetapi terlebih dahulu harus melewati udjian. Ia diminta memimpin satu orkes jang dikurangi 8 klarinet, semua hobo dan fagotnja dan diganti dengan “keluarga” Saxofon. Orkes ini akan bertanding dengan suatu orkes lengkap dimana 14 klarinet ambil bagian penting dibawah pimpinan Carafa, jang setjara fanatik melawan Sax.
Pada hari jang ditentukan penonton berdujun2 pergi ke Champs de Mars di Paris untuk menjaksikan perlombaan dua orkes Militer itu. Djuri djenderal de Rumingny telah hadir. Demikian pula Carafa dengan orkesnja jang komplit. Tetapi dalam orkes Adolphe tudjuh kursi kosong : para pemain jang harus memegang saxofon tidak hadir. Mereka mengingkari kontraknja karena sogokan lawan2 Sax.
Perlombaan tetap berlangsung. Sax sendiri berganti2 memainkan saxofonnja. Pada waktu orkesnja mulai beraksi, timbul keributan demonstrasi2 mengatjau. Tetapi pada achirnja meledak tepuk sorak jang mengguntur untuk menghormatinja. Ia menang. Surat kabar2 muntjul dengan artikel2 jang memudjinja. Setelah ditimbang matang2, perbaikan dari Sax diterima oleh pemerintah Perantjis.
Ditantang sampai achir.
Tetapi dengan kemenangannja itu belum selesailah pertjobaan hidup Adolphe Sax. Tuduhan demi tuduhan dilantjarkan oleh lawan2nja jang djahat untuk mendjatuhkannja. Ia mendjadi bulan2an fitnah dan sampai achir hidupnja ia terlibat dalam proses2 pengadilan jang banjak menghasilkan waktu dan uang. Waktu itu haktjipta dan hak patent lebih mudah digelapkan dari pada sekarang. Bersamaan dengan usaha mendjelekkan nama Sax, para lawannja djuga mentjuri menggunakan penemuannja pada instrumennja sendiri tanpa memberinja bajaran.
Sepandjang sedjarah Adolphe Sax adalah penemu jang paling djago dalam soal bertanding. Setiap tantangan diterimanja dan tak sebuah serangan dibiarkan tanpa balasan. Perkara2nja banjak menggerogoti modalnja. Tetapi achirnja ia berhasil : Tidak hanja saxofon2nja tetapi semua penemuan2 lainnja mendapat pengakuan. Sekarang ini tak bisa dibajangkan orkes harmoni atau fanfare (orkes tiup) tanpa adanja saxofon. Begitu djuga orkes hiburan.
—Diketik ulang dari majalah Intisari no. 52, Nopember 1967 hlm. 85-89.
> ikhti[ar]sip.004