Di film keluaran 1989 ini sutradara Nja’ Abbas Akup (yang oleh kritikus Salim Said pernah disebut “tukang ejek nomor wahid”) menyandingkan nama Deddy Mizwar dengan Nurul Arifin; aktor dan aktris yang nyaris 30 tahun kemudian sama-sama ikut berlaga di ajang pilgub Jabar dan pilwalkot Bandung, 2018. Juga ada Pak Tile—di credit title tertulis Tile bin Bayan—yang di menit-menit awal sudah muncul dan langsung mencuri perhatian, sebagai pegawai front desk di hotel bernama Five Stars dengan kostum lebih mirip ‘mayoret’ (istilah di kampung saya untuk pemimpin parade drum band) dan lempar guyon-sambil-lalu soal kelas saat disapa si slacker kampung, Badrun (Eeng Saptahadi), “Bolos nih?” / Iya, sakit perut.” / “Kenapa nggak berak di hotel saja Pak?” / “Nggak bisa, Drun.. biasa jongkok!” Anekdot sit toilets vs. squat toilets itu sedap juga untuk membuka cerita berlatar perkampungan kumuh dengan segala riuh rendah dan siasat-siasat wagunya, tepat berdempetan di sebelah gedung megah perlambang kemapanan. Humor-humor soal jurang ekonomi dan cara mengakalinya itu, termasuk yang ‘nyerempet-nyerempet’, khas komedi-komedi Nja’ Abbas Akup yang sarat kritik sosial, terlihat bertebaran di sana-sini. Yang juga menarik adalah penata musiknya, Saut Sitompul, seorang penyair jalanan yang kerap membacakan puisi di bus kota dan pernah berakting di film Beth (2002) sebelum meninggal ditabrak taksi pada 2004. Lagu folkish di awal film Kipas-kipas Cari Angin sering muncul lagi di adegan-adegan long shot sebagai bridge ke setting lainnya, metode standar film-film Indonesia era 1980an dalam memperkenalkan theme song mereka. Praktik serupa kemudian dipakai Ucik Supra—yang disebut-sebut sebagai penerus Nja’ Abbas Akup, ada benarnya juga meski perlu diuji lagi—di film Badut-badut Kota (1993). Adegan Dede Yusuf berjalan gontai di awal Badut-badut Kota setelah kelar membadut, musik folk-rock mengalun kenes seperti meledek; nyaris tak ada bedanya dengan iringan bebek-bebek digiring ke pengkolan RT 2 di awal film Kipas-kipas Cari Angin, diiringi musik dendang nusantara yang riang gembira. Tak jarang memang kita ini pada akhirnya cuma bisa ikut terhanyut oleh arus peradaban, sesekali menggapai-gapai minta tolong, tapi lebih sering kita tergilas hidup-hidup di dalamnya tanpa tahu harus gimana lagi, selain nyengir.
Dea kayaknya agak inget film “Kipas-kipas Cari Angin” ini. Tapi samar-samar banget. Adegan nggiring-nggiring bebek di awal itu kayak pernah liat. Tapi lupa.
Pas liat foto video Beta, Dea malah inget Abang tukang nyewain video keliling. Dateng bawa tas gede ke rumah setiap minggu, bawa macem-macem video, terus kami bisa pinjem-pinjem video. Yang udah kelar dipulangin ke dia, terus kami minjem yang baru. Dea suka dikasih jatah minjem video anak-anak. Dulu seringnya nyewa Ikyusan, Goggle V, Gaban, Candy-candy, Lulu sama Gigi (baru sadar Jepang semua) 😀
Nggak mau nyewa film Megaloman karena jagoannya serem.