buku san francisco blues itu dulu dia temukan di pojokan toko buku sekitar 1996 dengan label harga Rp 3800 tapi ukurannya mungil seperti buku saku dan ketika membawanya pulang dia teringat senyum lucu si mbak kasir yang seperti heran kenapa ada remaja kurus jerawatan mau-maunya beli buku sekecil itu dengan harga lebih mahal dari majalah hai terbaru yang ukuran covernya jelas-jelas jauh lebih besar sebetulnya dia sendiri pun sama herannya sama tak yakinnya dia tertarik beli hanya karena nama penulisnya tampak lucu dan terdengar mirip kroak alias growong persis seperti hidupnya ketika itu dan dia memilih pulang berjalan kaki hanya supaya ongkos naik bus yang tersisa di saku celananya bisa dibelikan sekaleng pepsi cola di matahari singosaren plaza mampir sebentar ke deretan toko elektronik depan pasar triwindu yang biasa jual kipas angin dan pemanas air tapi tokonya sudah mau tutup dan mendadak turun hujan dengan sangat derasnya sampai dia harus berdiri semepet mungkin ke tembok di sebelah pintu grendel yang berderit-derit supaya tempias air tidak mengenai buku barunya lalu dibukanya perlahan kaleng soda itu ada suara buzzzzz yang dia tunggu-tunggu dia selalu suka bagaimana trik sederhana mencegah soda menyembur ke mana-mana itu menenangkan hatinya seperti mendapati satu kemenangan kecil di antara bayang-bayang kekalahan besar yang melambai menantinya di depan sana kemudian disobeknya plastik segel buku itu dibacanya lamat-lamat kata demi kata lembar demi lembar di bawah temaram neon yang oleh pemilik toko dibiarkan tetap nyala dan keningnya berkerut-kerut menyadari betapa lantangnya kalimat-kalimat itu bisa bersuara dan meski tidak semua dia pahami maksudnya tapi justru segala kesumiran itu makin menghantam dadanya seperti menstabillo kesedihan di dalam rongga-rongganya semacam kesedihan yang tak pernah benar-benar dia mengerti sampai detik itu bahkan sampai detik ini dua puluh tahun lebih setelahnya dan ketika dia sampai di chorus dua puluh delapan dia tertawa mendapati baris “kau sama tak bergunanya dengan truk soda” diliriknya lagi kaleng beku di genggamannya disesapnya tetes-tetes terakhir yang dia bisa dan tepat setelah sendawa tipis di tenggorokannya dia merasa mungkin semua sebetulnya masih oke-oke aja
kroak
Leave a reply