di beberapa hari terakhir penuh ketegangan ini dia beberapa kali merasa harus keluar sebentar untuk cari angin hanya supaya kepalanya nggak meledak tapi dia gagal dan dia mencoba menghibur diri dengan membeli bakso persis di depan bangunan tua ini yang sebetulnya asri dan sejuk belaka jika saja ketegangan-ketegangan tadi itu nggak harus ada dan dia sempat terhibur oleh fakta sederhana betapa mbak-mbak petugas di bangsal-bangsal tua tadi banyak yang makan bakso di warung itu dan dia mulai bertanya-tanya dalam hati seberapa sering mereka makan bakso dalam hidupnya kok kayaknya sering banget atau malah jangan-jangan tiap hari karena sangat mungkin itu terjadi dan apakah mereka tidak bosan dengan pilihan itu atau sebetulnya mereka juga bosan tapi tak ada banyak pilihan lain atas makanan atau bahkan ya ya ya atas hidupnya kemudian lamunannya terhenti ketika mbak-mbak di sebelahnya menumpahkan wadah sambel ke celananya dan belasan kali mengucapkan kata maaf dengan berbagai variasi dan dia terpaksa berhenti membalas mbotên napa-napa mbak mbotên napa-napa saèstu mbotên napa-napa di hitungan ketujuh dan barangkali tiap orang memang punya cara masing-masing untuk bertahan waras di tengah kegilaan yang diulang-ulang yang tak bisa kaulawan yang menyusup lembut seperti asap baygon bakar yang kemudian melayang tipis jadi istana kabut di udara yang malah mengingatkan dia pada momen-momen syahdu inneke eh haneke koesherawaty (sebuah kolaborasi) melempar senyum centil disusul suara ketawa ngikik yang agak terlalu treble tepat sebelum musik soft jazz mengalun di speaker busuk bioskop apek duapuluh tahun lalu dan dia tahu itu semua hanya tipuan yang menyesatkan karena tak ada yang betul-betul seru apalagi saru di layar berpendar di depan sana lalu dia semakin yakin pada kesimpulan bahwa sometimes lyfe can be like a bad movie dimana dalam remang-remang kau terjebak di kursi penonton dan berharap jalan ceritanya membaik sekaligus curiga tidak bakalan dan mulai bertanya-tanya kapan sebaiknya kau keluar dari bioskop tapi tepat di kursi sebelahmu ada bapak-bapak sedang asyik sendiri meremukkan hati dan lagi-lagi kau hanya bisa terduduk diam di kursi menatap handphone dan menulis paragraf ini.
pada sebuah bangsal
Leave a reply