Dari sekian banyak hal menarik dari film Lewat Djam Malam (Usmar Ismail, 1954), ada satu hal yang baru saya sadari belakangan dan rasanya itu bukan sekadar kebetulan: bahwa Asrul Sani tampaknya tidak terlalu mempercayai pepatah klasik “apalah arti sebuah nama”. Dia menamai tokoh-tokoh di dalam karya skenarionya seperti bukan tanpa alasan. Untuk tokoh kupu-kupu malam yang sukses mencuri simpati para penonton, nama yang dipakai adalah LAILA, yang dalam bahasa Arab berarti ‘malam’. Sementara untuk karakter perempuan yang hidupnya lurus-lurus saja, cenderung pasrah pada aturan ideal, dia beri nama NORMA. Nama GAFFAR sendiri, masih dari bahasa Arab, berarti ‘mengampuni’ (karena itu dia lebih memilih kompromi atas situasi pasca perang dan menjadi pemborong?), dan wahai PUDJA, apa yang kau ‘puja’ selain kesenangan duniawi? Sementara untuk karakter yang hanya peduli soal pesta dansa-dansi, ada nama tokoh ADLIN yang jika dirunut akar bahasanya, berkaitan erat dengan ‘mulia’ dan ‘surga’ (variasi dari Eden?), dan nama perempuan IDA yang dalam mitologi Nordik seringkali dihubungkan dengan ‘masa muda’, ‘kesenangan’. Dan tentu saja, jangan lupa, bukankah sang tokoh utama kita, si bimbang kelas wahid sepulang dari perang, ISKANDAR, dalam bahasa Arab berarti ‘defender‘ (Apa yang sebenarnya kau pertahankan, Is? Idealisme? Hari gini? “Siapa yang tidak kuat melawan kelampauan, dia akan hancur Is!”), bisalah kita othak-athik gathuk biar sedikit mirip Iskandar Agung (Alexander the Great), si jago perang dan sang penakluk, yang dalam keadaan kacau di sebuah pesta akhirnya membunuh teman dekatnya sendiri, Cleitus the Black? Oke, yang terakhir itu emang rada maksa, alias terlalu saya bikin-bikin, karena GUNAWAN (orang yang, terlepas dari pilihan sikap seperti apa yang diambilnya, malah, hmmm, ‘berguna’?) tidaklah sedekat itu dengan Iskandar, dia ‘hanya’ bekas komandannya. Tapi tetap saja seseorang telah membunuh orang (yang pernah) dekat. Fakta menarik lainnya: ketika film ini dibuat, the great Asrul Sani baru berusia 27 tahun, dan terus melaju setelahnya. Eat that, Club 27!
Asrul Sani kalau baca ini pasti terharu. Lalu, mungkin, menepuk bahumu. 🙂 Btw, waktu saya nonton ini di TIM filmnya rusak parah, berhenti beberapa kali, diselingi mati listrik pula! Epik! Hehehe.
Asrul Sani kalau baca ini pasti terharu. Lalu, mungkin, menepuk bahumu. 🙂 Btw, waktu saya nonton ini di TIM filmnya rusak parah, berhenti beberapa kali, diselingi mati listrik pula! Epik! Hehehe.