Berikut ini saya share salah satu proses menulis saya. Ide dicomot dari sana sini. Awalnya saya melempar satu anekdot pendek (lihat Draft 01 di bawah) tentang rumah berhantu ke sebuah WhatsApp group yang isinya kawan-kawan unit film di kampus lama saya dulu. Karena sudah satu frekuensi, beberapa kawan langsung sigap menyambar dengan menambahi cerita dari pancingan saya itu. Saya sambung lagi, lalu disambar lagi oleh kawan yang lain, begitu seterusnya, makin panjang dan panjang lagi. Rupanya seseorang di group itu lalu menyatukan cerita panjang tersebut dan menyebarkannya lewat WhatsApp, Line, BBM, dsb, sehingga makin menyebar, menyebaar, teruuuus menyebaaar. Pokoknya sempet viral gitu deh. Lucunya, setelah berkelana sana-sini di belantara dunia maya, ehhh anekdot itu beberapa kali kembali ke saya sendiri! Yang saya mau bilang di sini adalah: untuk beberapa kasus, proses menulis adalah perkara revisi, revisi, dan revisi. Lagi dan lagi. Saya posting di sini, pura-puranya untuk menanggapi postingan Ardi dan Jaki soal serupa. Eh beda sih.. Tapi cuek ah.
DRAFT 01.
FADE IN.
INT. Home – NIGHT
Suatu hari di rumah baru.
“Pa, katanya di rumah ini ada hantunya ya?”
“Ah, kata siapa, dek?”
“Kata Bik Inah, pas nyebokin aku.”
“Bik Inah?”
“Itu, pembantu kita, Pa.”
“A-a-aa-apaa??? Cepet dek, beresin baju kamu. Kita keluar dari rumah ini!”
“Lho, kenapa Pa?”
“Kita nggak punya pembantu!”
JENGJENG..
FADE OUT.
* * *
DRAFT 02.
Suatu hari di rumah baru.
“Pa, katanya di rumah ini ada hantunya ya?”
“Ah, kata siapa, dek?”
“Kata Bik Inah, pas nyebokin aku.”
“Bik Inah?”
“Itu, pembantu kita, Pa.”
“A-a-aa-apaa??? Cepet dek, beresin baju kamu. Kita keluar dari rumah ini!”
“Lho, kenapa Pa?”
“Kita nggak punya pembantu!”
Si Mama nongol. “Eh, Papa ngomong sama siapa sih?”
“Itu, sama si dedek.”
“Lho Pa, si dedek kan lagi dititipin di rumah neneknya?”
JENGJENG..
* * *
DRAFT 3.
Suatu hari di rumah baru.
“Pa, katanya di rumah ini ada hantunya ya?”
“Ah, kata siapa, dek?”
“Kata Bik Inah, pas nyebokin aku.”
“Bik Inah?”
“Itu, pembantu kita, Pa.”
“A-a-aa-apaa??? Cepet dek, beresin baju kamu. Kita keluar dari rumah ini!”
“Lho, kenapa Pa?”
“Kita nggak punya pembantu!”
Si Mama nongol. “Eh, Papa ngomong sama siapa sih?”
“Itu, sama si dedek.”
“Lho Pa, si dedek kan lagi dititipin di rumah neneknya..”
“Hah? Bukannya neneknya udah meninggal tahun lalu?”
JENGJENG..
* * *
DRAFT 4.
Suatu hari di rumah baru.
“Pa, katanya di rumah ini ada hantunya ya?”
“Ah, kata siapa, dek?”
“Kata Bik Inah, pas nyebokin aku.”
“Bik Inah?”
“Itu, pembantu kita, Pa.”
“A-a-aa-apaa??? Cepet dek, beresin baju kamu. Kita keluar dari rumah ini!”
“Lho, kenapa Pa?”
“Kita nggak punya pembantu!”
Si Mama nongol. “Eh, Papa ngomong sama siapa sih?”
“Itu, sama si dedek.”
“Lho Pa, si dedek kan lagi dititipin di rumah neneknya?”
“Hah? Bukannya neneknya udah meninggal tahun lalu?”
“Astaga iyaaa, Mama baru inget Pa, kan meninggalnya bareng Mama ya waktu itu!”
JENGJENG..
* * *
DRAFT 5.
“Pa, katanya di rumah ini ada hantunya ya?”
“Ah, kata siapa, dek?”
“Kata Bik Inah, pas nyebokin aku.”
“Bik Inah?”
“Itu, pembantu kita, Pa.”
“A-a-aa-apaa??? Cepet dek, beresin baju kamu. Kita keluar dari rumah ini!”
“Lho, kenapa Pa?”
“Kita nggak punya pembantu!”
Si Mama nongol. “Eh, Papa ngomong sama siapa sih?”
“Itu, sama si dedek.”
“Lho Pa, si dedek kan lagi dititipin di rumah neneknya?”
“Hah? Bukannya neneknya udah meninggal tahun lalu?”
“Astaga iyaaa, Mama baru inget Pa, kan meninggalnya bareng Mama ya waktu itu!”
“Kan kita semua dikuburnya sebelahan, Ma..”
JENGJENG..
* * *
DRAFT 6.
[Jika Anda kesulitan mengakhiri cerita, pakailah twisted ending klasik yang sebenarnya sangat tidak dianjurkan di buku-buku how to make a great script, tapi apa boleh buat, durasi juga yang memisahkan kita.]
“Pa, katanya di rumah ini ada hantunya ya?”
“Ah, kata siapa, dek?”
“Kata Bik Inah, pas nyebokin aku.”
“Bik Inah?”
“Itu, pembantu kita, Pa.”
“A-a-aa-apaa??? Cepet, dek, beresin baju kamu. Kita keluar dari rumah ini!”
“Lho, kenapa Pa?”
“Kita nggak punya pembantu!”
Si Mama nongol. “Eh, Papa ngomong sama siapa sih?”
“Itu, sama si dedek.”
“Lho Pa, si dedek kan lagi dititipin di rumah neneknya?”
“Hah? Bukannya neneknya udah meninggal tahun lalu?”
“Astaga iyaaa, Mama baru inget Pa, kan meninggalnya bareng Mama ya waktu itu!”
“Kan kita semua dikuburnya sebelahan, Ma..”
Tiba-tiba si ayah terlonjak dari tempat tidurnya. “Ah, untunglah ini semua hanya mimpi…”
YAELAH BRO..
* * *
DRAFT 7.
[Apa? Anda masih ingin melanjutkan? Okay, lanjut..]
“Pa, katanya di rumah ini ada hantunya ya?”
“Ah, kata siapa, dek?”
“Kata Bik Inah, pas nyebokin aku.”
“Bik Inah?”
“Itu, pembantu kita, Pa.”
“A-a-aa-apaa??? Cepet dek, beresin baju kamu. Kita keluar dari rumah ini!”
“Lho, kenapa Pa?”
“Kita nggak punya pembantu!”
Si Mama nongol. “Eh, Papa ngomong sama siapa sih?”
“Itu, sama si dedek.”
“Lho Pa, si dedek kan lagi dititipin di rumah neneknya?”
“Hah? Bukannya neneknya udah meninggal tahun lalu?”
“Astaga iyaaa, Mama baru inget Pa, kan meninggalnya bareng Mama ya waktu itu!”
“Kan kita semua dikuburnya sebelahan, Ma..”
Tiba-tiba si ayah terlonjak dari tempat tidurnya. “Ah, untunglah ini semua hanya mimpi…”
Si ayah bangun, bergegas ke wastafel, cuci muka sambil menatap kaca.
“Argghhh, kok muka gue nggak keliatan???”
JENGJENG..
* * *
DRAFT 8.
[Anda bisa membelokkan cerita dengan mengubah genre.]
“Pa, katanya di rumah ini ada hantunya ya?”
“Ah, kata siapa, dek?”
“Kata Bik Inah, pas nyebokin aku.”
“Bik Inah?”
“Itu, pembantu kita, Pa.”
“A-a-aa-apaa??? Cepet, dek, beresin baju kamu. Kita keluar dari rumah ini!”
“Lho, kenapa Pa?”
“Kita nggak punya pembantu!”
Si Mama nongol. “Eh, Papa ngomong sama siapa sih?”
“Itu, sama si dedek.”
“Lho Pa, si dedek kan lagi dititipin di rumah neneknya?”
“Hah? Bukannya neneknya udah meninggal tahun lalu?”
“Astaga iyaaa, Mama baru inget Pa, kan meninggalnya bareng Mama ya waktu itu!”
“Kan kita semua dikuburnya sebelahan, Ma..”
Tiba-tiba si ayah terlonjak dari tempat tidurnya. “Ah, untunglah ini semua hanya mimpi…”
Si ayah bangun, bergegas ke wastafel, cuci muka sambil menatap kaca. Dia baru menyadari sesuatu, lalu teriak, “Argghhh, kok muka gue nggak keliatan???”
Istrinya nongol. “Ah, Papa lebay deh. Itu kaca wastafel tadi Mama copot, mau dibenerin sama si Ujang, tetangga kita yang tukang kayu itu.”
JENGJE-.. eh, WAKWAOW..
* * *
DRAFT 9.
[Kreativitas Anda malah justru lebih terpacu?]
“Pa, katanya di rumah ini ada hantunya ya?”
“Ah, kata siapa, dek?”
“Kata Bik Inah, pas nyebokin aku.”
“Bik Inah?”
“Itu, pembantu kita, Pa.”
“A-a-aa-apaa??? Cepet, dek, beresin baju kamu. Kita keluar dari rumah ini!”
“Lho, kenapa Pa?”
“Kita nggak punya pembantu!”
Si Mama nongol. “Eh, Papa ngomong sama siapa sih?”
“Itu, sama si dedek.”
“Lho Pa, si dedek kan lagi dititipin di rumah neneknya?”
“Hah? Bukannya neneknya udah meninggal tahun lalu?”
“Astaga iyaaa, Mama baru inget Pa, kan meninggalnya bareng Mama ya waktu itu!”
“Kan kita semua dikuburnya sebelahan Ma..”
Tiba-tiba si ayah terlonjak dari tempat tidurnya. “Ah, untunglah ini semua hanya mimpi…”
Si ayah bangun, bergegas ke wastafel, cuci muka sambil menatap kaca. Dia baru menyadari sesuatu, lalu teriak, “Argghhh, kok muka gue nggak keliatan???”
Istrinya nongol. “Ah, Papa lebay deh. Itu kaca wastafel tadi Mama copot, mau dibenerin sama si Ujang, tetangga kita yang tukang kayu itu.”
“Hihihi, kirain apaan Ma. Ya udah Papa mandi dulu deh ya..”
*jalan nembus tembok, masuk kamar mandi*
JENGJENG..
* * *
DRAFT 10.
“Pa, katanya di rumah ini ada hantunya ya?”
“Ah, kata siapa, dek?”
“Kata Bik Inah, pas nyebokin aku.”
“Bik Inah?”
“Itu, pembantu kita, Pa.”
“A-a-aa-apaa??? Cepet, dek, beresin baju kamu. Kita keluar dari rumah ini!”
“Lho, kenapa Pa?”
“Kita nggak punya pembantu!”
Si Mama nongol. “Eh, Papa ngomong sama siapa sih?”
“Itu, sama si dedek.”
“Lho Pa, si dedek kan lagi dititipin di rumah neneknya?”
“Hah? Bukannya neneknya udah meninggal tahun lalu?”
“Astaga iyaaa, Mama baru inget Pa, kan meninggalnya bareng Mama ya waktu itu!”
“Kan kita semua dikuburnya sebelahan Ma..”
Tiba-tiba si ayah terlonjak dari tempat tidurnya. “Ah, untunglah ini semua hanya mimpi…”
Si ayah bangun, bergegas ke wastafel, cuci muka sambil menatap kaca. Dia baru menyadari sesuatu, lalu teriak, “Argghhh, kok muka gue nggak keliatan???”
Istrinya nongol. “Ah Papa lebay deh. Itu kaca wastafel tadi Mama copot, mau dibenerin sama si Ujang, tetangga kita yang tukang kayu itu.”
“Hihihi, kirain apaan Ma. Ya udah Papa mandi dulu deh ya..” *jalan nembus tembok, masuk kamar mandi*
Gantian Mama yang histeris, “Arghhh, itu kenapa si Papa jalannya nembus tembok???”
Tergopoh-gopoh Ujang si tukang kayu nongol, “Maaf Bu, itu tadi pintunya Ujang copot, mau sekalian dibenerin.”
WAKWAO..
* * *
DRAFT 11.
[Genre oh genre!]
“Pa, katanya di rumah ini ada hantunya ya?”
“Ah, kata siapa, dek?”
“Kata Bik Inah, pas nyebokin aku.”
“Bik Inah?”
“Itu, pembantu kita, Pa.”
“A-a-aa-apaa??? Cepet, dek, beresin baju kamu. Kita keluar dari rumah ini!”
“Lho, kenapa Pa?”
“Kita nggak punya pembantu!”
Si Mama nongol. “Eh, Papa ngomong sama siapa sih?”
“Itu, sama si dedek.”
“Lho Pa, si dedek kan lagi dititipin di rumah neneknya?”
“Hah? Bukannya neneknya udah meninggal tahun lalu?”
“Astaga iyaaa, Mama baru inget Pa, kan meninggalnya bareng Mama ya waktu itu!”
“Kan kita semua dikuburnya sebelahan Ma..”
Tiba-tiba si ayah terlonjak dari tempat tidurnya. “Ah, untunglah ini semua hanya mimpi…”
Si ayah bangun, bergegas ke wastafel, cuci muka sambil menatap kaca. Dia baru menyadari sesuatu, lalu teriak, “Argghhh, kok muka gue nggak keliatan???”
Istrinya nongol. “Ah Papa lebay deh. Itu kaca wastafel tadi Mama copot, mau dibenerin sama si Ujang, tetangga kita yang tukang kayu itu.”
“Hihihi, kirain apaan Ma. Ya udah Papa mandi dulu deh ya..” *jalan nembus tembok, masuk kamar mandi*
Gantian Mama yang histeris, “Arghhh, itu kenapa si Papa jalannya nembus tembok???” Tergopoh-gopoh Ujang si tukang kayu nongol, “Maaf Bu, itu tadi pintunya Ujang copot, mau sekalian dibenerin.”
“Astaga Ujang, kamu ini bikin Ibu kaget aja. Ya udah cepetan, sana kamu pasang lagi pintunya.”
“Ta-ta-tapi Bu… Ujang nggak bisa konsen, Ibu mondar-mandir cuma pake anduk gitu..”
MUSIK JAZZ mengalun. CLOSE-UP to: eye-contact, sayu tersipu. SLOW MOTION handuk melorot. Ujang meletakkan palu…
* * *
Konon, penulis yang baik adalah penulis yang tahu kapan harus berhenti.
(Ilustrasi dicomot dari sini. Contoh skenario pendek lainnya bolehlah ditengok bentar di sini.)
Mas, ini Gilaaaa!! =))
Saya izin untuk share link ke tumblr saya, ya. Suwun. 🙂