Gara-gara sore tadi saya pergi ke restoran Kiputih Satu untuk mencicipi canelle mereka yang enak banget dan nggak sengaja malah ngobrol-ngobrol dengan Adit KeepKeepmusiK soal plat-plat Radiohead di tokonya, sesampainya di rumah saya langsung bongkar-bongkar koleksi majalah lawas saya di gudang. Foto ini saya potret dari halaman daftar isi majalah HAI,atau biasa disebut “Indeks HAI”, edisi 15 Juni 1993. Ketika itu harga bandrol majalahnya masih Rp 2500. Artikel yang sebagian besar berisi wawancara ini terbit hanya berselang empat bulan setelah debut album Pablo Honey dirilis, dengan hymne galau “Creep” sebagai andalannya. Redaktur HAI menyebut mereka “underdog”, yang padanannya dalam bahasa Indonesia malah tidak melibatkan anjing sama sekali. Saya tidak tahu apakah spesies kuda merasa terhormat atau justru tersinggung dengan kiasan dilematis bikinan manusia itu, “kuda hitam”, tapi yang pasti para reporter olahraga gemar sekali menggunakan istilah tersebut. Lagu “Creep” sendiri bercerita tentang bagaimana nelangsanya menjadi seorang pecundang, yang rasa-rasanya kok lebih apes lagi nasibnya ketimbang seorang (seekor?) kuda hitam. Entah lantaran Radiohead masih band baru saat itu dan relatif belum dikenal khalayak, atau karena inspirasi namanya memang kebetulan dicomot dari lagu Talking Heads berjudul “Radio Head” (1986), halaman Indeks HAI keliru mengeja nama band itu dengan menambahkan spasi, menjadi Radio Head. Kesalahan yang sekilas tampak sepele itu bahkan ikut tercetak di sampul depan majalahnya, yang memajang foto Charles Barkley sedang kemringet di lapangan, tentunya sambil mengenakan kaos Phoenix Suns. (Ah, good ol’ days, saya bahkan masih hapal persis berapa tinggi badan si botak kinclong itu: 1 meter 98 senti!) Untunglah di artikelnya sendiri nama Radiohead dieja dengan tepat, termasuk judulnya yang menyiratkan kepercayaan diri si penulis artikel dalam memandang band asal Inggris itu, “Radiohead, Jawaban Buat Grup Alternatif Amrik”. Lantas siapa yang dimaksud dengan band-band Amerika itu? Artikel ini menyebutkan beberapa nama: Nirvana, Soundgarden, R.E.M, dan.. Spin Doctors! Haha, lagu “Two Princes” langsung berkumandang di kepala saya, meski nama terakhir itu sekarang sudah tak ketahuan rimbanya lagi. Saya inget banget nebeng baca edisi ini pertama kali di tukang majalah dan buku bekas di depan bioskop kelas kambing sebelah rel sepur dekat rumah; karena si Mas-nya agak terlalu bangga ketika bilang ke saya, si pelanggan setianya, anak SMP yang suka mampir berlama-lama di lapaknya sehabis ekskul latihan Pramuka, “Ini majalah sebetulnya nggak bekas-bekas amat, Le.. lha wong terbitnya baru bulan kemarin! Aku sendiri yang beli, tukune nang Solo.. Mau dijual lagi kok sayang, soale iki ono liputan motocross nang Sirkuit Solo Baru.. Kowe seneng Johnny Pranata ora?” Meski crosser favorit saya adalah Tonk Enk, saya cepat-cepat mengangguk saja biar boleh ikut baca. Sementara si Mas sibuk mengoceh soal motor-motor terbang yang mendarat gagah di trek lumpur, saya lebih penasaran dengan artikel utama di sampul depan, alias cover story, berjudul “Charles Barkley Segera Pensiun & Belajar Main Piano”.
Kulitmu Membuatku Menangis
Leave a reply