Dilihat dari foto-foto di sampul depan piringan hitamnya, Rano Karno sepertinya belum berkumis saat merilis album psych-pop berjudul Original Sound Track, sekitar 1974. Ketika itu usianya masih 14. Saya suka banget album itu, terutama di bagian “Kalau bulan bersegitiga/ Bintang-bintang pun tertawa semua…” Sementara di film-film seperti Suci Sang Primadona (1977), Gita Cinta dari SMA (1979), Puspa Indah Taman Hati (1979), Rano jelas sudah mulai berkumis. Dekade berikutnya, ketika kaset pop Rano yang paling terkenal, “Kelap-kelip lampu di kota/ Kutak-kutik matamu nakal…” meledak jadi on heavy rotation di TVRI dan radio-radio sekitar 1987-1988, signature kumis sudah semakin melekat di dirinya. Apakah di masa-masa itu Rano juga nongkrong bareng Jamal Mirdad, membahas kumis masing-masing di sela-sela “Eh, kapan jadwal Selekta Pop lu bro?” Ketika itu saya masih SD, dan kadang dititipkan di rumah pakdhe saya. Kalau sudah bosan baca-baca ulang buku Manusia Purba (seingat saya cuma Cro-Magnon yang berkumis, bahkan juga brewok?) dari seri Pustaka Alam di rak buku pakdhe, biasanya saya bermain-main sendirian di selasar samping rumahnya. Ada ramp untuk jalur sepeda motor, dan saya sering meluncur di situ dengan menduduki sepatu roda milik kakak sepupu saya. Salah satu dari kakak-kakak sepupu ini kumisnya mirip banget Rano dan Jamal, tapi setelah saya ingat-ingat dan amati lagi, bukankah semua lelaki dewasa di masa itu memang berkumis, dan kebanyakan ya gitu-gitu aja nggak sih gaya kumisnya? Lagu Jamal Mirdad “Mariam Soto” juga ngetop banget, bahkan lagi moncer-moncernya sekitar 1989-1990. Lagu tentang penjual soto itu cukup berkesan bagi saya pribadi karena: 1) Ada teman sekelas di SD sering bantu-bantu ibunya jualan soto di stasiun 2) Dulu Bapak sering menyebut ‘soto’ dengan ‘saoto’ 3) Lirik lagu Jamal gombal banget, “cintaku ini segurih sotomu itu…” Di waktu yang kurang lebih sama, Nirvana juga punya lagu keren berjudul “Mr. Moustache”, ada di album Bleach yang kasetnya baru masuk Indonesia sekitar 3 tahun kemudian, 1992, setelah album kedua mereka, Nevermind, beken duluan di sini. Kurdt dikenal tidak suka pria-pria macho (“this average American macho male”), yaitu para jocks, yang disebutnya “None of them liked art or music. They just wanted to fight and get laid.” Jangan-jangan di lagu itu Kurdt juga terpengaruh band Big Black-nya Steve Albini, yang mana lagu “Texas” pernah dipelintir lirik anti-macho-nya secara cukup lantang, “I hate moustache”? Kurt, yang tentunya tidak berkumis, seperti terjepit di antara scene Seattle yang keras (inget Mudhoney yang oleh Sub Pop digambarkan sebagai “ultra sludge, glacial, heavy special, dirty punk”?) dan scene Olympia yang cenderung lebih ‘lembut’ terutama dari band pionir twee favoritnya, Beat Happening. Sosok Calvin Johnson di Beat Happening adalah kebalikan total dari dunia kemachoan, tapi juga menimbulkan konflik cinta dan benci di diri Kurt atas penggemar Calvin yang banyak self-righteous vegetarians—dari situlah lahir lirik kocak “Yes, I eat cow, I am not proud” di lagu “Mr. Moustache” tadi itu. Banyak fans The Beatles meyakini karya-karya terbaik idola mereka muncul di era The Fab Four lagi kumisan semua. *kirim sticker WhatsApp ‘Ah Tenane…’ Perbendaharaan referensi saya soal kumis naik pesat begitu mengenal duo Sparks, meskipun Ron Mael malah mencukur habis kumis legendarisnya di videoklip “Moustache”! Selain itu saya belajar dasar-dasar perkumisan dari Lemmy, sang raja diraja kumis bareng Hulk Hogan. Soal keragaman bentuk, ada Prince (tentu dari Little Richard), Heru Sutimbul favoritku, dan Salvador Dali. Menurut sebuah survei, kumis Dali termasuk yang paling mudah dikenali sepanjang sejarah umat manusia. Ya, dunia brengos ternyata tak selebar kumis Pak Raden di serial Si Unyil di TVRI. Ah, Pak Raden. Nama lengkapnya: Raden Mas Singomenggolo Jalmowono. Dia sering mendadak encok kalau ada undangan kerja bakti, dan mencak-mencak ketika jambunya diminta anak-anak. Oh, tiba-tiba saya teringat satu sosok lagi, yang kumisnya juga tak kalah ikonik: Mr. Sarmento! Masih ingat lagunya? “Misteeerrr Sarmento! Permen rasa sarsaparilla…”
Pak Kumis
Leave a reply