Bisa jadi karena kaset ini dokumentasi live, intro panjang di permulaan show juga turut direkam, menjadi track pertama di masing-masing side A dan side B. Tradisi memainkan “jam session” panjang—lebih seringnya instrumental saja, tanpa vokal—saat membuka show memang sudah menjadi ciri khas beberapa genre pertunjukan live, mulai dari scene ’60s psychedelia di San Fransisco (US) atau di Canterbury (UK) (biasanya ditimpali permainan cahaya lewat tata-lampu dan slideshow yang sama telernya), gambang kromong di Tangerang (lewat beberapa variasi “phobin“), dan bahkan juga supergroup qasidah asal Semarang, Nasida Ria, setidaknya yang saya saksikan langsung di perbukitan Sukabumi tempo hari. Saat tampil di Pasar Malam Besar 1989 (festival budaya Indo atau European Indonesian terbesar di dunia sebelum berganti nama menjadi Tong Tong Fair) di Den Haag Belanda, unit keroncong legendaris Krontjong Moresco Toegoe ini dipimpin oleh Fernando Quiko, pemain rebana, anak dari Jacobus Quiko yang pada era 1970an mengaktifkan kembali Krontjong Toegoe setelah lama vakum. Ikut menyanyi di sini: Endang Wijayanti, Tati Hartati, Samuel Quiko, Toto Salmon, dan Guus Becker. Pertunjukan diakhiri dengan “Rayuan Pulau Kelapa”, sebuah lagu nasional yang kesyahduan notasinya memang sudah terbukti ampuh untuk menit-menit terakhir siaran tengah malam TVRI jadul biasanya menampilkan footage lawas tentang keindahan Nusantara, seperti petani membajak sawah, anak pulang sekolah, nyiur melambai, dll., sebelum akhirnya layar kaca berubah jadi kawanan semut.
Keroncong di Tong Tong
Leave a reply