Ketika pertama kali mendengar lagu “Kingdom of Doom” di radio internet sepuluh atau malah sebelas tahun lalu, saya langsung merasa harus segera cari tahu apakah albumnya dirilis di Indonesia. Ada kabar satu cabang toko buku/musik impor di Jakarta Selatan menjual CD rilisan UK-nya, kebetulan saat itu saya masih bolak-balik kerja Jakarta-Bandung, jadi setelah beres meeting skrip lawak yang saya tak bisa sepenuhnya konsen gara-gara kepikiran album ini saya langsung pastikan CD itu hanya akan sampai ke tangan saya. Harganya lumayan bikin sênêp ketika itu, tapi melebihi ekspektasi saya, album itu ternyata bagus sekali. Belum sampai seminggu CD itu saya putar tiap hari, ehh muncul rilisan lokalnya! Harga CD versi lokalnya tak sampai setengah harga CD impornya. Waduh. Bahkan ada versi kaset lokalnya segala—produksi kaset sudah kian redup nasibnya saat itu (2007-2008) dan senjakala cassette-tapes memang tak terelakkan lagi. Lucunya, album ini justru menemukan kemuraman terbaiknya di format kaset, yang kualitas suaranya cenderung mêndhêm tapi malah cocok dengan estetika sound-nya, yang sepertinya memang disengaja oleh si mastermind Damon Albarn untuk selalu berada di ambang batas gelap-terang: sesuai bayangan visual di benaknya, donya wis mèh surup! Dalam waktu yang mungkin tak lama lagi, matahari bakal tenggelam untuk selama-lamanya, ditandai dengan peperangan pecah di mana-mana. Aneh rasanya mendapati album anti-war dalam style sedemikian flamboyant; perhatikan bagaimana piano Damon tetap terdengar murung dan geram seantusias apapun dia dimainkan, melankoli selalu menyelimuti cengkok vokalnya yang memang tiada dua di dunia ini, sementara gitar Simon Tong yang malu-malu (apakah dia semata-mata minder atau justru itu jobdesc persisnya!) berusaha mengimbangi dinamika bass dari dedengkot The Clash yang atraksi brutalnya seperti sengaja diredam, mirip juara karateka dengan sadar belajar taichi, dan tentu saja permainan drum Tony Allen—disebut-sebut oleh Brian Eno sebagai “perhaps the greatest drummer who ever lived”—yang khas dan tak mudah ditiru.. dan anehnya kok ya masuk-masuk aja! “Friday night/ in the kingdom of doom..”, bagaimana mungkin kita masih bersenang-senang di akhir pekan ketika dunia kian ambruk dan sedang menuju tutup buku? “Drink all day/ ‘cos the country’s at war…” dan jika dirasa perlu karena hari akhir adalah besok, album ini teman minum-minum yang paling tepat. Beberapa minggu belakangan ini saya malah mengulang-ulang di komputer, di mobil, di ponsel, di tape-deck, nomor lain yang tak kalah seru, “Three Changes”, di mana drum njlimet Tony Allen menemukan chaos terbaiknya di situ (“..did you hear the story of violent behavior?/ the episodes get sent around everyone..”), tepat setelah saya mendengar kabar mengagetkan: supergroup The Good, The Bad & The Queen bakal merilis album lagi! Tahun ini! Gila. Ada apa ini? Kiamat semakin dekat!
* * *
>> Beberapa waktu lalu di lapak loak saya menemukan CD-R kompilasi dari EMI Indonesia, sepertinya untuk keperluan promo radio, salah satunya memuat lagu “Kingdom of Doom“.
>> Kekacauan yang indah di lagu “Three Changes” (live version):