Elastica Abadilah Selamanya

Pendek-pendek, 16 lagu nggak nyampe 40 menit. Hantam kromo zonder basa-basi, dari menit ke-nol langsung tunjepoin. Mengaduk-aduk sensibilitas pop dengan agresivitas post-punk, lirik secukupnya tanpa perlu banyak mengulang reff, atau dalam istilah Justine Frischmann, “If you want to hear the chorus again, REWIND IT.” Apakah attitude slenge’an Justine dkk yang fashionably cool itu banyak mengilhami remaja putri young and resah di mari pada masanya untuk berontak keluar dari aturan rumah dengan mulai menggunting asimetris rambutnya, bolos les Matematika sambil sembunyi-sembunyi belajar gitar jurus tiga kunci, mungkin berharap nantinya bisa mengguncang pensi sekolah? “I’d work very hard, but I’m lazy/ If I can’t be a star, I won’t get out of bed.” Damon Albarn mengisi keyboard di 3 lagu [cie #‎bantupacar], sementara Brett Anderson ikutan co-writing di 1 lagu [#‎ingetmantan nih?]. Satu-satunya andil Brett di situ, “See That Animal”, adalah justru nomor terkuat di album ini, selipan melodi padang pasir yang repetitif, dentum bass yang disetel kendor, efisiensi punk. Beruntunglah konsumen kaset pressingan lokal Indonesia, karena beberapa edisi CD impor entah kenapa malah nggak memuat lagu tersebut. Karena nggak ada lyrics sheet di kasetnya, awal-awal denger nggak langsung ngeh hampir semua liriknya sangat sensual. “Vaseline” misalnya, tentang pakai lotion supaya licin, “2:1” soal dua lawan satu, dan “Car Song” apa lagi kalau bukan mobil goyang? Sangat bisa dimaklumi Wire dan The Stranglers sama-sama kesal karena beberapa part di lagu “Connection” terdengar plek-plekan “Three Girls Rhumba” dan riff “Waking Up” mirip “No More Heroes”, dan tuduhan plagiarism ini cukup serius sampai menyeret Elastica ke meja hijau. Padahal bukankah talent borrows, genius steals? Maret nanti genap 20 tahun usia album ini.

* * *

Elastica_kaset

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *