Alamat e-mail yang pertama kali saya lihat di dunia fana ini adalah yang tertera di sleeve kaset Billy Idol tahun 1993. Nama “Lyl Libido” di situ adalah margana, eh, anagram dari nama Billy Idol (ketebak banget yaa). Ketika memutar kaset itu sambil rebahan di kosan Margoyudan sekitar akhir 1995, saya baca-baca liriknya di sleeve dan garuk-garuk kepala mendapati tanda “@” di situ, masa sih artinya “each, masing-masing” seperti yang saya sering lihat di soal cerita di buku Matematika waktu SD dulu? “Badu disuruh Ibu membeli 2 buku tulis @ Rp 150,- jika Badu membawa uang Rp 1000,- berapa kembalian yang diterima Badu?” Tentu waktu itu saya belum tahu bahwa yang saya lihat di sleeve kaset itu namanya “e-mail”. (Saya pernah disuruh sekolah ikut lomba dokter kecil ketika saya kelas 6 SD dan salah satu kosakata yang saya ingat dari lomba itu adalah ’email’, yang artinya lapisan terluar dari gigi.) Tanda “@” yang kadang dibaca “(huruf) /a/ keong” dan bukan lagi berarti “masing-masing” itu saya ingat muncul juga di film Mission Impossible (1996) yang saya tonton di Studio 21 di Matahari Singosaren Plaza, Solo, tepatnya pada adegan Tom Cruise berkaos singlet terkantuk-kantuk mengirim pesan elektronik ke seseorang misterius bernama Max. Di tahun itu, majalah HAI juga sudah menyebut-nyebut soal internet, bahkan pernah ada artikel di edisi pertengahan 1996 tentang “the information superhighway, “cyberspace”, “homepage”, dsb. Saya masih ingat nama redaktur yang menulis artikel itu: Syanne. (Nantinya dia juga yang menulis review kaset Radiohead, OK Computer, 1997.) Sebetulnya saya juga sudah baca-baca dari majalah Gatra beberapa bulan sebelumnya, di kios koran dan majalah sebelah bioskop UP Theatre di sekitaran Triwindu, artikel berisi wawancara dengan beberapa pejabat pemerintahan mengenai “teknologi baru” bernama internet. Saya sendiri cukup antusias dengan kehadiran internet. Bukan kebetulan salah satu warnet pertama di kota Solo berlokasi di sebuah jalan kecil tak jauh dari SMA saya, dan saya sering menghabiskan waktu cukup lama di sana mempelajari si teknologi baru sambil merinding-rinding begitu menyadari betapa luasnya dunia informasi yang bisa saya akses ketika itu, hal-hal yang bahkan tidak ada di perpustakaan sekolah! Kata “internet” adalah kata yang ‘baru’ saat itu, dan kata jadul yang paling mendekati dari kosakata baru itu adalah “internat“, artinya asrama sekolah (atau sekolah asrama), yang sering dipakai di buku-buku Lima Sekawan terjemahan Agus Setiadi, untuk padanan kata “school”-nya Georgina dan teman-temannya. Saking antusiasnya, radar saya langsung tuing-tuing tiap kali mendapati lagu-lagu yang liriknya memuat kata “internet”. Misalnya di kaset Ace of Base dari tahun 1995, lagu “Strange Ways“, walaupun masih agak ngawang-awang pemakaian maknanya, ada kalimat “internet gateways through my world..” Sementara di kaset Outside, dirilis di tahun itu juga, David Bowie sudah menyertakan “a reject from the world wide Internet..” Kaset Ace of Base dan David Bowie itu saya beli di toko kaset Aquarius Solo, yang nantinya ikut luluh lantak dalam kerusuhan besar yang berujung ke tumbangnya Orba, sesuatu yang oleh pengamat pulitik internasional disebut-sebut sebagai “the first revolution using the internet”. Di Indonesia sendiri dari tahun 1997 sudah ada lagu yang memuat kata “internet”, yaitu “Internet dan Komputer” dari Brain the Machine, band Jakarta di kaset album pertama mereka, True or False. Liriknya gamblang dan ‘teknis banget’, tapi malah lucu dan keren, mulai dari menyebutkan monitor, keyboard, hardware dan software, “berjuta-juta partikel elektronik di dalamnya“, juga “teknologi modern abad 20“, hingga nama-nama browser seperti Internet Explorer dan Netscape Navigator, “dial, dialer, start connecting!“, dengan reff yang kurang deskriptif apa lagi, “internetku mulai mengakses/ kompyuterku mulai memproses!“
Internat, Internet
Leave a reply