Kaset-kaset Remy Sylado
Kaset-kaset Hari Ini, Day #20:
Kaset-kaset Hari Ini, Day #20:
Ingatannya cadas luar biasa. Saya mencegatnya di pintu masuk sebelum kuliah dimulai, menyodorkan foto lama: dia berpose main gitar menghadap mikrofon, usianya baru 29, poster pin-up dari sampul belakang sebuah majalah lawas. “Wah, kau punya! Itu foto sudah lama sekali.” Sampul depannya belum juga saya tunjukkan tapi dia sudah tahu dan masih ingat,
Gara-gara seorang kawan dari Malang, Bung Samack, yang via akun socmed-nya berbagi foto kaset Ritta Rubby Hartland album Wajib Belajar koleksi Museum Musik Indonesia, saya jadi teringat sesuatu. Dulu saya selalu membeli kaset-kaset dan piringan hitam Ritta Rubby Hartland (atau setelah berganti nama Ritta Rubby Adiwidjaja) dari lapak-lapak musik bekas bukan lantaran saya suka,
Lagu kedua di side B piringan hitam Eloi! Lama Sabactani! (1980) di akhir durasinya memuat potongan suara-suara mirip kerumunan, sayup-sayup terdengar seperti ada koor jalanan,
Di hari kesekian jaman now (nang omah wae) ini seorang teman bertanya via chat WA japri ke saya, apa cover version paling favorit saya dari artis lokal?
Dari baca-baca National Geographic saya baru tahu ada yang namanya International Monkey Day alias Hari Munyuk Sedunia dan itu jatuh pada hari ini, 14 Desember. Saya hapal banyak trivia facts soal munyuk,
Cerpen ke-12 di buku Muslihat Musang Emas (2017), “Bangsawan Deli dan Delia”, menurut saya memang terlihat sengaja mencampurkan fakta dan fiksi, sebuah teknik kreasi yang tujuannya cukup benderang yakni menulis kisah yang meyakinkan pembaca dan syukur-syukur berterima. Caranya antara lain dengan membubuhkan penanda waktu di awal cerpen, “—Jakarta, 1950”,
Tiap kali hari Minggu sudah mau berakhir seperti sekarang ini saya teringat “Everyday is Like Sunday”-nya Morrissey. Lagu itu ada di debut solonya setelah The Smiths tutup buku. Dari judulnya saya pikir itu tentang si slacker berharap bisa leyeh-leyeh sepanjang pekan tapi saya salah. Seperti biasa Moz justru bermain-main dengan ironi,
Seorang kawan di status Facebook mengunggah foto jepretannya, satu mulut gang di Bandung, tembok bergambar lidah merah terjulur dan bertuliskan “Gg. Stones”. Teman lain menanggapi foto itu dengan rasa penasaran, “Kenapa orang-orang di Bandung jaman dulu segitu sukanya sama The Rolling Stones? Terus kenapa juga orang yang paling garang dipanggil [sic] ‘Jegger’, padahal dia asa teu garang?”
Pertama kali mendengar lagu “Jalan Bebas Hambatan“-nya Bin Idris sebelum album solonya diedarkan tahun lalu, saya malah teringat Tom Slepe. Tentu musik mereka tidak sama, tapi ada spirit yang rada memper-memper yang agak sulit dijelaskan, melampaui sekadar perkara timbre atau bahkan sound dan teknik bergitar,