twin peaks

pernah satu sore waktu masih sd dia jatuh dari sepeda dan karena ke rs agak gimana gitu untuk urusan kaki keseleo jadi dibawalah dia naik motor sama bapaknya ke tetangga misterius di pinggir desa sebelah sungai yang konon bisa mijet. selepas isya mereka sudah mengetuk pintu dan rumah si tukang urut itu terasa lebih gelap dibanding sekitar. dia ingat agak ketakutan malam itu dan terlalu gugup untuk sekadar mengingat ayat kursi tapi bapaknya menenangkan dia dan dalam bahasa jawa halus maksud kedatangan mereka disampaikan ke tuan rumah yang hanya mengangguk-angguk, mukanya sukar ditebak. basa-basi itu terasa kelamaan bagi anak sepuluh tahun yang meringis kesakitan dan rasa sakitnya coba dia alihkan ke pesawat tv yang berpendar-pendar di pojokan. ada tikar lusuh di depannya, kipas kertas, bantal kempis. rumah itu terlalu sepi bahkan volume suara terkecil dari tv pun masih terasa keras. di kepalanya munculnya ekspresi *keluh* seperti di komik-komik donal bebek begitu menyadari malam itu malam tayang serial e.n.g. di tvri yang dia sebel banget karena nggak kunjung paham jalan ceritanya. tapi malam itu lain. ternyata ada serial baru, tayang episode perdana, dan dia bertanya-tanya apakah serial pengganti itu bakal sama jeleknya. di kursi tamu yang bolong-bolong joknya kaki dan pinggangnya mulai diurut. sakitnya bukan main dan dia pengen teriak tapi beberapa situasi memang bisa menyirep seseorang untuk bungkam tanpa tahu kenapa. antara cerita yang berjalan di layar kaca dengan apa yang sedang terjadi di rumah itu rasa-rasanya nyaris nggak ada bedanya: kota kecil yang sepi dan karakter-karakter yang aneh, musik pembukanya lamban dan sayup, plot beringsut seperti sengaja berlama-lama untuk menguji apakah penonton bakal ngamuk dan pergi atau malah tetap tinggal di kursi hingga durasi berakhir. dia nggak yakin bisa melewati malam pijat penuh siksa itu kalau saja tv national 14-inch di rumah itu nggak lagi nyala atau yang lagi tayang bukan serial itu. dia digandeng bapaknya ke motor, lega nggak harus berakhir kaku terbungkus plastik di tepi sungai, dan si bapak menyelipkan amplop saat berpamitan dengan si tuan rumah yang bahkan sampai hari ini dia nggak pernah tahu siapa namanya. beberapa tahun kemudian dia baru paham siapa david lynch dan siapa angelo badalamenti dan tiap kali teringat malam itu dia selalu memutar ulang kaset ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *